Minggu, 14 Januari 2018

Makalah quran hadist tentang tata pergaulan

MAKALAH
Qur’an Hadist
Tata Pergaulan

Dosen Pengampu : Nur Habibullah, S.Pd.I  M.Pd.I





LOKAL PAI-III B
Di susun
Oleh Kelompok 10

Muhammad Riduan
Muhammad Ridho



SEKO  LAH TINGGI AGAMA ISLAM ( STAI ) AN-NADWAH
KUALA TUNGKAL
2017


I

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karna berkat kehadirat rahmat dan hidayah nya sehingga kami para  penulis dapat menyelesaikan makalah Qur’an Hadist yang berjudul Tata Pergaulan.
Ucapan terima kasih kepada orang tua yang telah memberi dukungan dan do’a. dan juga kepada dosen pembimbing yang telah memberikan pembelajaran mengenai Qur’an Hadist yang akan di bahas dalam makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini,oleh karena itu kami mengundang para pembaca untuk memberikan kritikan dan saran yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu Qur’an Hadist  ini.
Demikian lah semoga makalah ini dapat memberikan informasi tentang Tata Pergaulan. bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu Qur’an Hadist bagi kita semua.


Kuala Tungkal,  23 September 2017

                                                   Penulis


        II                     
DAFTAR ISI
Kata pengantar..........................................................................................         I
Daftar Isi...................................................................................................        II
BAB I PENDAHULUAN        
A. Latar Belakang...................................................................................        1
B. Rumusan Masalah..............................................................................        1
C. Tujuan Penulisan................................................................................        2
BAB II PEMBAHASAN
A. Tata Pergaulan....................................................................................       3
1. Etika Bergaul..................................................................................        3
2. Tata Cara Pergaulan Lawan Jenis...................................................        4
3. Tata Cara Pergaulan Lawan Jenis Berdasarkan Repotase Hadist..        5
B. Tata Pergaulan Menurut Al-Qur’an dan Hadist ................................        7
C. Hadist tentang Larangan Berduaan Tanpa Mahram .........................        8

BAB III PENUTUP
A.  Kesimpulan.........................................................................................      10
B.  Saran...................................................................................................      10
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................      11



BAB I
PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang
Bergaul dengan orang banyak di tengah-tengah masyarakat mempunyai nilai keutamaan lebih dibanding dengan hidup menyendiri menjauh dari mereka dengan syarat mengikuti mereka dalam kegiatan-kegiatan keagamaan maupun sosial seperti menghadiri shalat jum’ah, shalat berjamaah, majlis-majlis ta’lim, mengunjungi orang sakit, mengantar jenazah (ta’ziyah), membantu meringankan beban sebagian anggota masyarakat yang memerlukan, memberikan bimbingan kepada yang tidak tahu/tidak mengerti atas suatu persoalan keagamaan maupun sosial serta mampu mengendalikan diri dari mengikuti hal-hal yang tidak baik dan tabah serta sabar atas segala gangguan yang mungkin timbul.
Begitulah yang dapat kita lihat dari riwayat hidup Rasulullah SAW beserta sahabat-sahabat beliau yang mulia bahkan semua Nabi dan Rasul Allah senantiasa bergaul dan berinteraksi dengan masyarakat . Di dalam tulisan ini akan dijelaskan 3 pokok bahasan tentang Tata Pergaulan, yaitu meliputi :
1.      Larangan berduaan tanpa mahram
2.      Sopan santun duduk di pinggir jalan
3.      Menyebarluaskan salam

B.       Rumusan Masalah
1.      Bagaimana tata pergaulan yang baik menurut islam ?
2.      Jelaskan hadist-hadist tentang larangan berduaan tanpa mahram ?
3.       Bagaimana tata pergaulan menurut Al-Qur’an dan Hadist?



C.     Tujuan Penulisan
1.      Menjelaskan apa yang dimaksud dengan tata pergaulan yang baik menurut islam.
2.      Mengetahui dan menjelaskan hadist-hadist yang menyatakan larangan berduaan tanpa mahram.
3.      Menjelaskan Bagaimana tata pergaulan menurut Al-Qur’an dan Hadist.















BAB II
PEMBAHASAN
A.      Tata Pergaulan
1.    Etika Bergaul
Perhatian Islam terhadap pergaulan sangat besar sekali, karena adanya urgensi yang besar dan dampak sensitif, sehingga Islam memerintahkan umatnya agar bergaul dengan orang-orang yang benar. Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman:[1]
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَكُونُواْ مَعَ ٱلصَّٰدِقِينَ ١١٩
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar”. (Q.S At-Taubah: 119).
Islam juga menganjurkan agar bergaul dengan para ahli ibadah. Allah berfirman,
وَٱصۡبِرۡ نَفۡسَكَ مَعَ ٱلَّذِينَ يَدۡعُونَ رَبَّهُم بِٱلۡغَدَوٰةِ وَٱلۡعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجۡهَهُۥۖ وَلَا تَعۡدُ عَيۡنَاكَ عَنۡهُمۡ تُرِيدُ زِينَةَ ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَاۖ وَلَا تُطِعۡ مَنۡ أَغۡفَلۡنَا قَلۡبَهُۥ عَن ذِكۡرِنَا وَٱتَّبَعَ هَوَىٰهُ وَكَانَ أَمۡرُهُۥ فُرُطٗا ٢٨
Artinya : Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas” (Q.S. Al-Kahfi:28).
Islam juga melarang agar tidak bergaul dengan orang-orang dzalim, karena banyak sekali pergaulan yang hanya sesaat saja, tetapi bisa membuka aib teman bergaul sampai hari Kiamat dan pada akhirnya diiringi sebuah penyesalan yang tidak terhenti.[2]
Islam menjadikan setiap pergaulan yang ikatan dan hubugannya tidak dibangun di atas ketakwaan kepada Allah Subhanallah wa ta’ala sebagai sesuatu pergaulan yang mengantarkan kepada permusuhan yang nyata. Allah berfirman
ٱلۡأَخِلَّآءُ يَوۡمَئِذِۢ بَعۡضُهُمۡ لِبَعۡضٍ عَدُوٌّ إِلَّا ٱلۡمُتَّقِينَ ٦٧
Artinya : “Teman-teman karib pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. Az-Zukhruf : 67).
2.    Tata Cara Pergaulan Lawan Jenis
Adapun pergaulan antara pria dan wanita atau sebaliknya maka itulah yang meimbulkan berbagai problrm yang memerlukan pengaturan dengan suatu peraturan tertentu. Pergaulan pria dan wanita itulah yang melahirkan berbagai interaksi yang timbul karenanya.[3] Islam sebagai agama yang mempunyai karakteristik moderat memberikan batasan pergaulan antara lawan jenis. System interaksi (pergaulan) dalam islamlah yang menjadikan aspek ruhani sebagai landasan dan hukum-hukum syari’at tolok ukur yang didalamnya terdapat hukum-hukum yang mampu menciptakan nilai-nilai akhlak yang luhur. System islam memandang manusia baik pria maupun wanita sebagai seorang yang memiliki naluri, perasaan, dan akal.
Dengan hukum-hukum inilah islam dapat menjaga interaksi antara pria dan wanita sehingga tidak menjadi interaki yang mengarah pada hubungan lawan jenis atau hubungan yang bersifat seksual. Artinya interaksi mereka tetap dalam koridor kerjasama semata dalam menggapai berbagai kemaslahatan dan dalam melakukan berbagai aktifitas. Dengan hukum-hukum inilah islam mampu memecahkan hubungan yang muncul dari adanya sejumlah kepentingan individual, baik pria maupun wanita ketika mereka bertemu dan berinteraksi.[4]

3.    Tata Cara P ergaulan Lawan Jenis Berdasarkan Repotase Hadis
a.    Haram Duduk Berdua Dengan Perempuan Bukan Muhram. Uqbah Ibn Amir ra. Menerangkan Yang Artinya: “Bahwsannya Rasulullah SAW bersabda: janganlah kamu masuk ke kamar-kamar perempuan. Seorang laki-laki Anshar berkata: Ya Rasulullah terangkan padaku bagaimana hukum masuk ke dalam kamar ipar perempuan. Nabi SAW menjawab; ipar itu adalah kematian (kebinasaan).(H.R.Bukhari  Muslim)
Nabi tidak membenarkan kita masuk ke kamar-kamar perempuan, maka hal ini memeberi pengertian, bahwa kita dilarang duduk-duduk berdua-duaan saja dalam sebuah bilik dengan seorang perempuan tanpa mahramnya. Ahli hadis tidak ada yang mengetahui nama orang anshar yang bertanya kepada Rasul tentang hukum kerabat-kerabat si suami yang selain dari ayah dan anaknya, masuk ke tempat istri si suami itu. Diterangkan oleh An Nawawy, bahwa yang dimaksud dengan Hamwu disini, ialah kerabat-kerabat si suami seperti saudaranya, anak saudaranya dan kerabat-kerabat lain yang boleh mengawini istrinya bila ia di ceraikan atau meninggal.
Yang tidak masuk ke dalam kerabat disini ialah ayah dan anak si suami karena mereka di anggap mahram. Nabi menerangkan bahwa kerabat-kerabat si suami menjumpai si istri itu sama dengan menjumpai kematian, karena menyendiri dalam kamar memudahkan timbul nafsu jahat yang membawa pada kemurkaan Allah dan membawa kepada kebinasaan, atau menyebabkan si suami menceraikan istrinya jika sang suami pencemburu. Jelasnya, takut kepada mudah timbul kejahatan dari kerabat-kerabat itu adalah lebih mudah daripada yang dilakukan oleh yang bukan kerabat. Karena kerabat itu lebih leluasa masuk kedalam bilik-bilik si perempuan dengan tidak menimbulkan prasangka tang tidak-tidak. Mengingat hal ini perlu dihindari masuk ke dalam bilik orang lain.[5]
Dikarenakan jika kita berada dalam satu tempat dengan seorang perempuan yang bukan mahram. Dikhawatirkan kita akan terjebak untuk mengikuti hawa nafsu. Apabila seorang bergerak mengikutinya meskipun hanya selangkah. Ia akan terpaksa untuk mengikuti langkah itu dengan langkah berikutnya. Dalam Al-Kafi, Imam As shidiq a.s diriwayatkan berkata: “waspadalah hawa nafsumu sebagaimana engkau mewaspadai musuhmu. Sebab tidak ada musuh yang lebih berbahaya bagi manusia selain kaetundukan pada hawa nafsu dan perkataan lidahnya.”
b.      Haram melihat perempuan yang Bukan Mahram
Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi SAW. Beliau bersabda: “telah ditentukan bagi anak adam (manusia) bagian zinanya. Dimana ia pasti mengerjakannya. Zina kedua mata adalah melihat, zina kedua telinga adalah mendengar, zina lisan adalah berbicara. Zina tangan adalah memukul, zina kaki adalah berjalan serta zina hati adalah bernafsu dan berangan-angan, yang semuanya dibuktikan atau tidk dibuktikan oleh kemaluan.(HR. Bukhari Muslim( Dalam Hadits tersebut mengandung arti bahwa hadits Imam Bukhari termasuk zina anggota tubuh , tetapi semuanya tidak hanya dilakukan lewat kemaluan saja melainkan lewat anggota tubuh lainnya. Misalnya pandangan mata karena awal mula timbulnya hasrat dari pandangan mata yang tidak terkontrol atau tidak dijaga terhadap hal-hal yang memancing nafsu birahi , kemudian lisannya bicara yang tidak baik misalnya menggunjing orang lain, berdusta dan berbicara yang tidak menjurus perbuatan yang menimbulkan hasrat dengan lawan jenis. Hadits tentang memandang wanita
مَامِنْ مُسْلِمٍ يَنْظُرُإِلَى إمْرَأةٍ أَوَّلَ نَظْرَةٍ ثُمَّ يَغُضُّ بَصَرَهُ إلاَّ أحْدَثَ الله لَهَ عِبَادَةً   يَجِدُ حَلاَوَتَه
Artinya : Tidaklah seorang muslim yang memandang seorang wanita dalam pandangan pertamanya. Kemudian ia palingkan pandangannya kecuali Allah menjadikannya nilai ibadah yang akan dirasakan kemanisannya.”
“Memandang wanita (bukan muhram) merupakan salah satu anak panah iblis. Barangsiapa meninggalkannya karena takut akan Adzab Allah. Maka Allah akan menganugrahkan kepadanya iman yang dirasakan manisnya dalam hatinya.”
B.       Tata Pergaulan Menurut Al-Qur’an dan Hadist
Al-Ahzab Ayat 53
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَدۡخُلُواْ بُيُوتَ ٱلنَّبِيِّ إِلَّآ أَن يُؤۡذَنَ لَكُمۡ إِلَىٰ طَعَامٍ غَيۡرَ نَٰظِرِينَ إِنَىٰهُ وَلَٰكِنۡ إِذَا دُعِيتُمۡ فَٱدۡخُلُواْ فَإِذَا طَعِمۡتُمۡ فَٱنتَشِرُواْ وَلَا مُسۡتَ‍ٔۡنِسِينَ لِحَدِيثٍۚ إِنَّ ذَٰلِكُمۡ كَانَ يُؤۡذِي ٱلنَّبِيَّ فَيَسۡتَحۡيِۦ مِنكُمۡۖ وَٱللَّهُ لَا يَسۡتَحۡيِۦ مِنَ ٱلۡحَقِّۚ وَإِذَا سَأَلۡتُمُوهُنَّ مَتَٰعٗا فَسۡ‍َٔلُوهُنَّ مِن وَرَآءِ حِجَابٖۚ ذَٰلِكُمۡ أَطۡهَرُ لِقُلُوبِكُمۡ وَقُلُوبِهِنَّۚ وَمَا كَانَ لَكُمۡ أَن تُؤۡذُواْ رَسُولَ ٱللَّهِ وَلَآ أَن تَنكِحُوٓاْ أَزۡوَٰجَهُۥ مِنۢ بَعۡدِهِۦٓ أَبَدًاۚ إِنَّ ذَٰلِكُمۡ كَانَ عِندَ ٱللَّهِ عَظِيمًا ٥٣
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu diundang maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri-isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah” (Q.S. Al-Ahzab : 53)

An-Nur Ayat 30
قُل لِّلۡمُؤۡمِنِينَ يَغُضُّواْ مِنۡ أَبۡصَٰرِهِمۡ وَيَحۡفَظُواْ فُرُوجَهُمۡۚ ذَٰلِكَ أَزۡكَىٰ لَهُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا يَصۡنَعُونَ ٣٠
Artinya : “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat" (Q.S. An-Nur : 30

C.      Hadist tentang Larangan Berduaan Tanpa Mahram
عَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمَا, سَمِعْتُ رَسُو لَ اللّٰهِ صَلَّي اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْتُبُ يَقُو لُ : لَا يَخْلُوَ نَّ رَجُلٌ بِاِ مْرَأَةٍ إِلَّا وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ ,وَلَا تُسَا فِرُ اَلْمَرْ أَةُ اِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ , فَقَامَ رَجُلٌ, فَقَالَ : يَارَسُولَ اللّٰهِ إِنَّ اِمْرَ أَتِي خَرَجَتْ حَجَّةً وَاِنِّي اِكْتُتِبْتُ فِي غَزْ وَةِ كَذَا وَكَذَا, قَالَ : اِنْطَلِقْ فَحُجَّ مَعَ اِمْرَ أَتِكَ (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ وَاللَّفْظُ اْلمُسْلِمٍ)
Artinya : "Ibnu Abbas berkata : "Saya mendengar Rasulullah SAW berkotbah, "Janganlah seorang laki-laki bersama dengan seorang perempuan, melainkan (hendaklah) besertanya (ada) mahramnya, dan janganlah bersafar (bepergian) seorang perempuan, melainkan dengan mahramnya. "Seorang berdiri dan berkata : Ya Rasulullah, istri saya keluar untuk haji, dan saya telah mendaftarkan diri pada peperangan anu dan anu." Maka beliau bersabda, "Pergilah dan berhajilah bersama istrimu." (Mutatafaq’alaih)
Penjelasan :
Hadits tersebut menunjukkan haram bersepi-sepian (berduan) laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya. Dan ini sudah disepakati ulama. Telah dijelaskan dalam suatu hadits lain alasan larangan ini, ialah karena yang menjadi pihak ketiga adalah syetan yang akan menggoda mereka.


BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
1.         Pergaulan yang baik ialah melaksanakan pergaulan menurut norma-norma kemasyarakatan yang tidak bertentangan dengan hukum syara’, serta memenuhi segala hal yang berhak mendapatkannya masing-masing menurut kadarnya.
2.          Haram bersepi-sepian (berduan) laki-laki dan perem-puan yang bukan mahramnya. Karena yang menjadi pihak ketiga adalah syetan yang akan menggoda mereka.
3.         Anjuran sopan santun ketika duduk di jalan, yaitu :
a.       Menjaga pandangan mata.
b.      Tidak menyakiti.
c.       Menjawab Salam.
d.      Memerintahkan kepada kebaikan dan melarang kepada kemungkaran
4.         Salam juga merupakan doa yang berisi permohonan kepada Allah Swt. Agar orang yang diberi salam memperoleh keselamatan di dunia maupun di akhirat.

B.       Saran
Semoga dengan makalah ini kita dapat memahami dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari tentang tata pergaulan yang baik, berlaku sopan ketika dipinggir jalan, dan menyebarkan salam kepada sesama muslim. Penulis mengucapkan mohon maaf kepada semua pihak khususnya para dosen dan umumnya untuk semua mahasiswa mengenai kritik dan saran.Karena penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna perbaikan makalah kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA
Ash Shidqi, Teuku Muhammad Hasby. 2003. Mutiara Hadits 6. Semarang: PT Pustaka Rizqi Putra.
Fatimah, Muhammad Khair. 1989.  Etika Muslim Sehari-hari. Jakarta: PUSTAKA AL-KAUTSAR
Khomeni, Imam. 2004.  40 Hadist Telaah atas Hadits-hadits Mistis dan Akhlak. Bandung: PT Mizan Pustaka.
Nashirudin Al-alnai, Muhammad. 199M. Silsilatul Alhaadits adh-Dhaifah wal maudhu’ah. Jakarta: Gema Insani Press
Nawawy, Imam. 1999.  Riadhus Sholihin Imam Nawawy. Jakarta: Pustaka Armani.




[1] Teuku Muhammad Hasby Ash Shidqi, Mutiara Hadits 6, Semarang ;PT Pustaka Rizqi Putra, 2003, hal., 365.
[2] Muhammad Khair Fatimah, Etika Muslim Sehari-hari, 2002.PUSTAKA AL-KAUTSAR, Jakarta. Hlm. 281-282
[3]  Imam Khomeni, 40 Hadist Telaah Atas Hadits-hadits Mistis dan Akhlak, Bandung: PT Mizan Pustaka, 2004, hal., 196
[4]  Muhammad Nashirudin Al-alnai, Silsilatul Alhaadits adh-Dhaifah wal maudhu’ah, Jakarta: Gema Insani Press, 199M, hal.  266-267.

[5]  Imam Nawawy, Riadhus Sholihin Imam Nawawy, Jakarta: Pustaka Armani, 1999, hal. 498.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Makalah metode dan stratrgi pembelajaran tentang kompetensi guru dalam mengembangkan strategi pembelajaran

MAKALAH Metode Dan Strategi Pembelajaran Kompetensi Guru Dalam Mengembangkan Strategi Pembelajaran Dosen Pengampu: Nur Habibullah,...